Tembang Dhandhanggula merupakan salah satu tembang macapat yang memiliki makna mendalam dan nilai estetika tinggi dalam kebudayaan Jawa. Tembang ini sering digunakan untuk menyampaikan pesan kehidupan, nasihat, atau ajaran luhur. Artikel ini akan membahas pengertian, watak, guru gatra, hingga contoh lengkap dari tembang Dhandhanggula.
Materi Tembang Dhandhanggula: Watak, Guru Gatra, dan Contoh Lengkap |
Pengertian Tembang Dhandhanggula
Tembang Dhandhanggula berasal dari kata dhandhang yang berarti burung gagak, dan gula yang berarti manis. Secara filosofis, tembang ini menggambarkan kehidupan manusia yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan. Biasanya, tembang ini digunakan untuk menggambarkan suasana yang harmonis, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Tembang ini termasuk salah satu tembang macapat yang paling sering ditemui dalam karya sastra Jawa, seperti Serat Wedhatama dan Serat Wulangreh. Kehadirannya menunjukkan kedalaman jiwa dan kebijaksanaan yang ingin disampaikan kepada pendengar atau pembaca.
Watak Tembang Dhandhanggula
Setiap tembang macapat memiliki watak atau karakter khas yang mencerminkan suasana tertentu. Watak tembang Dhandhanggula adalah:
- Penuh Harapan: Tembang ini menggambarkan rasa optimisme dan harapan akan masa depan yang cerah.
- Kebahagiaan: Suasana hati yang ceria dan penuh kegembiraan tercermin dalam tembang ini.
- Kasih Sayang: Pesan moral tentang cinta, kasih, dan kerukunan sering disampaikan melalui tembang ini.
- Harmonis: Menggambarkan kehidupan yang seimbang antara jasmani dan rohani.
Karakter ini membuat tembang Dhandhanggula cocok digunakan untuk menyampaikan pesan moral, ajaran luhur, atau perasaan bahagia.
Guru Gatra Tembang Dhandhanggula
Dalam tembang macapat, setiap tembang memiliki aturan khusus yang disebut guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Berikut adalah aturan tembang Dhandhanggula:
- Guru Gatra: 10 baris dalam satu bait.
- Guru Wilangan: Jumlah suku kata dalam setiap baris adalah 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, dan 7.
- Guru Lagu: Akhir kata setiap baris harus berakhiran dengan bunyi u, i, a, u, i, a, a, i, a, dan i.
Aturan ini memberikan keindahan tersendiri dalam melantunkan tembang Dhandhanggula, sehingga terasa harmonis dan menyenangkan untuk didengar.
Contoh Tembang Dhandhanggula
Berikut adalah contoh tembang Dhandhanggula beserta maknanya:
Contoh 1:
Nuladha laku utama
Tumrape wong tanah Jawi
Wong Agung ing Ngeksiganda
Panembahan Senapati
Kepati amarsudi
Sudane hawa lan nepsu
Pindha den kesamparan
Pan sirna kardading ati
Siniraman ing asepi
Aman, tentrem lan raharja.
Makna:
Tembang ini mengajarkan tentang meneladani perilaku yang baik, seperti yang dicontohkan oleh Panembahan Senapati. Dengan mengendalikan hawa nafsu dan menjaga ketenangan hati, seseorang akan mencapai kehidupan yang tenteram dan bahagia.
Contoh 2:
Pucuke ngerasa ati
Yen den pikir kang tumanja
Sumilaking rasa murni
Nyata tan kena den candra
Endah, ginilang-ginilap
Ngelmu amretha kang sejati
Pindha banyu sumilir
Sariro hayu tinata
Tumata ing kesucian
Ngundhuh ati kang lega.
Makna:
Tembang ini menggambarkan kebahagiaan dan ketenangan batin yang diraih melalui pengendalian diri dan ilmu yang sejati. Pesan utamanya adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara duniawi dan spiritual.
Filosofi Tembang Dhandhanggula
Tembang Dhandhanggula memiliki filosofi yang mendalam, yakni:
- Hidup Harmonis: Manusia hendaknya menjaga keharmonisan dalam hidup dengan menjalani kewajiban duniawi dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
- Optimisme: Tembang ini mengajarkan bahwa hidup harus dijalani dengan penuh semangat dan harapan, meskipun menghadapi berbagai tantangan.
- Keindahan dan Seni: Setiap baitnya menyiratkan keindahan seni yang menggambarkan keseimbangan antara suara dan makna.
Fungsi Tembang Dhandhanggula dalam Kehidupan
Tembang Dhandhanggula tidak hanya digunakan sebagai bagian dari karya sastra, tetapi juga memiliki fungsi yang relevan dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
- Pendidikan Moral: Tembang ini digunakan untuk menyampaikan ajaran dan nasihat kepada generasi muda.
- Sarana Hiburan: Dalam berbagai acara adat, tembang ini sering dilantunkan untuk menciptakan suasana yang damai dan menyenangkan.
- Penghayatan Budaya: Tembang ini mengajarkan nilai-nilai luhur budaya Jawa yang patut dilestarikan.
- Sarana Ritual: Tembang Dhandhanggula kerap dinyanyikan dalam upacara adat sebagai doa dan harapan.
Pelestarian Tembang Dhandhanggula
Di era modern, pelestarian tembang Dhandhanggula menjadi tantangan tersendiri. Generasi muda cenderung kurang mengenal tradisi ini karena pengaruh budaya populer. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikannya:
- Pendidikan Formal: Memasukkan materi tembang macapat dalam kurikulum sekolah.
- Media Digital: Membuat konten tembang Dhandhanggula di media sosial atau platform digital agar lebih mudah diakses.
- Festival Budaya: Mengadakan lomba atau acara seni yang melibatkan tembang macapat.
- Pembelajaran Interaktif: Menggunakan aplikasi atau media audiovisual untuk mengenalkan tembang kepada anak-anak.
Kesimpulan
Tembang Dhandhanggula adalah salah satu warisan budaya Jawa yang sarat akan makna dan keindahan. Melalui watak, aturan guru gatra, dan pesan moralnya, tembang ini mengajarkan nilai-nilai luhur yang relevan sepanjang masa. Pelestarian tembang ini menjadi tanggung jawab bersama, agar generasi mendatang tetap dapat menikmati keindahan budaya leluhur.
Dengan memahami dan melantunkan tembang Dhandhanggula, kita tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menghayati filosofi kehidupan yang mendalam. Tembang ini adalah harta karun budaya yang patut kita rawat dan banggakan.
0 Komentar